Mahar


Aku berharap apapun yang kau minta nantinya adalah apa yang tidak bisa dihargai, tidak bisa dijual, ataupun digadaikan. Seperti buku! Ya, buku memang memiki harga, tapi aku percaya saja bahwa yang "sanggup" kita beli hanyalah lembaran kertas serta tinta sebagai "upah" untuk menuliskan ilmu diatasnya. Sedangkan ilmu yang dikandungnya tak pernah benar-benar kita beli. Bahkan mungkin tak akan mampu dibeli, karena memang ilmu itu amatlah mahal dan sangatlah berharga!

Yaah… Sedari dulu aku sangat ingin menambah tumpukan buku di meja kerja di kamarku dengan Shahih Tafsir Ibnu Katsir atau Kitab Fathul Bari - Syarh Hadits Bukhari. Atau kalau boleh keduanya malah. Menurutku keduanya adalah kitab induk yang harus dikaji lebih dulu dan lebih dalam dari kitab manapun. Karena kitab tersebut masing-masing membicarakan pokok ajaran dan syiar Islam yang mulia ini; Al-Qur'an dan Sunnah Rasullah.

Tapi lagi-lagi itu terserah padamu. Itu hakmu. Dan kewajibanku saat ini hanyalah memenuhi segala pintamu untuk benar-benar bisa "menjemputmu". Aku yakin bahwa kau adalah wanita cerdas dan bijak. Aku yakin kau matang dalam menimbang, memilih, dan memutuskan. Aku percaya pada teduh dan tenangmu.

Ya, saat ini aku hanya bisa percaya padamu karena memang aku tak (begitu) mengenalmu. Tapi justru karena itulah aku ingin menikahimu. Bukankah aku harus bisa membersamaimu lebih dulu agar aku benar-benar bisa mengenalmu? Namun lagi-lagi saat ini yang bisa "kupegang" dan kupercayai adalah kezuhudan dalam imanmu.

Kezuhudan itu... Itu yang membuatku (semakin) kagum padamu. Sejak aku "melangkah" padamu, kau tak pernah mensyaratkan apapun kecuali kesungguhanku dan tanggungjawabku nanti. Aku memang tak punya apa-apa, kecuali keberanian dan keyakinan akan janji-Nya. Aku ingin bahagia, dan kalau boleh kukatakan aku ingin kaya! Kaya dengan cita dan cinta, serta kaya dengan karya yang bermanfaat. Allah janjikan kekayaan itu jika aku memilihmu (menikah)! Dan aku memilih janji-Nya itu

***

Aku masih belum beranjak dari lamunanku. Selepas sholat Ashar di hari Jum'at yang merupakan penghulu segala hari ini aku ingin berlama-lama di rumah-Nya; menyebut nama-Nya, meminta kebaikan dan kemurahan-Nya, sambil sesekali memberanikan diri merencanakan masa depan (denganmu nanti) dalam fikiranku.

Seketika aku tersentak oleh nada dering pesan darimu. Ya aku sengaja mengkhususkan nada deringmu agar aku bisa memprioritaskan dalam membaca pesan. Karena memang  saat sibuk bahkan hari libur sekalipun, selalu saja ada pesan yang menyita perhatian dan kesibukan; entah dari teman kerja, grup alumni, atau bahkan abangku yang belakangan sering candu mengirimkan foto keponakanku. Namun aku tahu bahwa kau tak akan mengirim pesan padaku kecuali benar-benar penting atau benar-benar genting!

Genting, seperti kejadian tiga tahun lalu. Tiba-tiba saja aku teringat waktu pertama kali kau mengirim pesan singkat padaku. Waktu itu ada kajian di fakultasmu dan pematerinya berhalangan hadir, kau mengirimkan pesan padaku, bahkan tanpa pengenal apapun. Assalamu'alaykum, sore ini selepas Ashar di fakultas sastra ada tastqif. Qadarullah, pematerinya berhalangan hadir. Antum bisa mengggantikan? Materinya "ikhlas dalam dakwah".  Dan memang Allah selalu saja punya jalan. Beberapa hari sebelumnya aku baru saja menamatkan buku Niat dan Ikhlas yang merupakan buah tangan ulama Mesir yang amat-sangat produktif dan dikenal dunia dengan benyak buku serta tulisannya; Syaikh Dr. Yusuf al-Qaradhawy. "Insya Allah", jawabku singkat. Belakangan baru aku tahu bahwa itu adalah nomormu setelah aku bertanya pada salah seorang pengurus mushola seusai kajian.

Kembali, aku membaca pesanmu,
"Assalamu'alaykum.
Maharnya ndak usah mahal. Ana maunya kitab al-Lu'lu' wal Marjan saja. Sudah ana bilang ke ayah, katanya terserah ana saja selama baik, bermanfat, dan tidak memberatkan antum."

Ya, itu saja isi pesannya. Aku tersenyum. Kitab Al-Lu'lu' wal Marjan; kitab yang menghimpun hadits shahih dari kitab Shahih al-Bukhari dan shahih Muslim. Bahkan kitab yang layak dikatakan paling shahih setelah al-Qur'an, karena keseluruhan hadits di dalamnya berpredikat shahih Muttafaq 'Alaih. Walaupun aku sudah pernah membacanya waktu kuliah dulu dengan meminjam ke pustaka KAMMI daerah, tapi aku juga ingin memilikinya dan membaca kembali bukunya.

Alhamdulillah… terlafadz syukur lirih dari lisanku, namun dihatiku syukurku lebih kuat lagi. Aku beryukur pada-Nya atas kemudahan demi kemudahan yang Allah berikan. Sujud syukurku menyempurnakan haru-ku. Tak terasa air mataku mengalir membasahi sajadah sujudku; sebentar lagi akan lebih berat lagi tanggungjawabku, sebentar lagi akan lebih besar lagi kewajibanku. Sungguhpun demikian aku tetap bersyukur pada-Nya dan selalu ingin bersyukur pada-Nya, karena syukurku pasti akan meringankan segalanya dan medatangkan kemudahan dari-Nya...




Comments

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Smga gak berakhr dsini ni crtanya, klw bs dijadiin serial atw cerbung gt

    ReplyDelete

Post a Comment