KIBLAT


"Kenapa memilih saya?"

"Jujur, aku pun tak begitu tahu apa alasanku."
"Atau mungkin juga aku tak butuh alasan apapun untuk memilihmu."

"Jika demikian, mungkin saya juga tak punya alasan untuk menerimamu."


"Jika memang ingin, aku bisa saja memilih kalimat-kalimat indah sebagai alasanku. Aku pun bisa pula memanis-maniskan kalimatku agar kau tersipu dan kemudian membuatmu setuju. Tapi tidak! Aku hanya ingin jujur tentang alasanku. Atau kalau boleh kukatakan; 'tentang perasaanku'.


"Dan kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah Wajah Allah. (Q.S. al-Baqarah : 155)"
"Apa kau beriman kepada ayat itu?"

"Apa kamu bercanda? Tentu saja saya beriman kepada Kalamullah, al-Qur'an al-Karim."

"Jika memang kau mengimaninya, apakah dalam ibadah kau bisa sesukamu untuk berkiblat ke arah Timur atau ke Barat?"

"Tentu saja tidak! Cara mengimani ayat tersebut adalah dengan meyakini bahwa Allah memiliki kuasa untuk menghadapkan kita kemanapun Ia menyukainya. Namun Allah telah menjadikan Masjidil Haram sebagai satu-satunya kiblat umat Islam. Siapapun yang dengan keikhlasan untuk beribadah kepada-Nya dan bersungguh menyembah kepada-Nya diharuskan untuk menghadap ke arahnya (Masjidil Haram)."

"Lalu, pernahkah hatimu 'mempertanyakan'; kenapa dalam beribadah kita harus menghadap ke arah Masjidil Haram?"

"Bagi saya itu adalah pertanyaan yang sama sekali tidak perlu. Apapun alasan-Nya menjadikan Masjidil Haram sebagai kiblat umat Islam, tentu Allah-lah yang Maha Mengetahui Ilmunya dan Maha Mengetahui Hikmahnya. Saya beriman bahwa segala ketetapan-Nya pasti punya rahasia (hikmah), karena memang tak ada keputusan-Nya yang sia-sia."

"Begitupun denganku."

"Maksudmu?"

"Bahwa ketika Allah telah menetapkan satu 'arah' bagi hatiku untuk 'berkiblat', maka aku tak perlu lagi alasan apapun sebagai penguat. Cukup bagiku untuk mengikuti pertanda yang Allah berikan bahwa aku harus menuju padamu. Aku percaya saja bahwa ada hikmah yang Allah sediakan untukku dengan 'menghadap' kepadamu. Nah, begitulah. Jika kau pertanyakan tentang pilihanku maka alasanku sesederhana itu."


"Tapi... Bagaimana kamu bisa tahu bahwa saya-lah 'arah' itu?"

"Bisakah kau bacakan padaku ayat ke-144 dari al-Baqarah?"

"Sesungguhnya Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Pa..."

"Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. (Q.S. al-Baqarah : 144)"
"Belum jugakah kau memahaminya?"


Comments